Economy Okezone

Friday, September 25, 2009

Pantas Saja Harga Tokek Bisa Selangit!

Jumat, 25 September 2009 | 20:35 WIB

KOMPAS.com — Dengan iming-iming akan mendapatkan keuntungan besar,
seorang pemuda bernama Firdaus (21) dalam satu tahun terakhir telah
menggeluti bisnis jual beli binatang yang kabarnya dapat menyembuhkan
HIV/AIDS itu.

"Saya sudah 1 tahun bisnis tokek. Awalnya saya kenal sama seseorang
bernama Mat Nur, lalu kita diskusi bagaimana caranya dapat duit banyak.
Terus saya dengar tokek harganya mahal, ya udah sejak itu saya cari
tokek dan saya jual-beliin deh," kata Firdaus saat ditemui Kompas.com di
kediamannya di Kawasan Cipete Selatan, Jakarta, Jumat (25/9).

Untuk memelihara tokek-tokek itu, Firdaus mengaku tidak pernah mengalami
kesulitan. Pasalnya, memelihara tokek, menurutnya, tidaklah sulit.
Selain itu, ongkos makan juga tidak mahal. "Ternak tokek sebenarnya
gampang. Satu minggu kita cuma kasih dia makan jangkrik seharga Rp 5.000
sebanyak dua kali. Artinya satu tokek seminggu biaya makannya Rp
10.000," katanya.

Jumlah tokek yang dimiliki Firdaus saat ini delapan ekor. Dari delapan
tokek yang dimilikinya, berat maksimal adalah 2 ons, sedangkan yang
paling ringan 1 ons. Meski telah 1 tahun berbisnis tokek, Firdaus
mengaku belum pernah merasakan menjual tokek dengan harga yang
fantastis. Harga tertinggi yang pernah didapatkan hanya Rp 2 juta. Ini
karena tokek yang dimilikinya hanya memiliki berat maksimal 2 ons.

"Susah cari tokek yang besar. Tokek besar banyaknya di daerah, kalau di
Jakarta jarang. Paling ada kecil-kecil," katanya. Harga tokek
bervariasi. Sementara itu, mengenai harga jual tokek di pasaran, menurut
pria bujang ini, tergantung berat tokek itu sendiri. Semakin besar atau
berat tokek, harganya makin mahal.

"Kalau tokek ukuran 1 ons di pasaran bawah (bukan harga dari eksportir)
Rp 100.000, kalau tokek 1,5 ons Rp 200.000, tokek ukuran 2 ons Rp
500.000 sampai Rp 2 juta. Tokek 2,5 ons harganya antara Rp 5 juta dan Rp
30 juta," paparnya.

Menurutnya, harga tokek mulai beranjak tinggi jika memiliki berat di
atas 3 ons. Harga tokek dengan berat 3 ons sendiri, menurutnya, memiliki
harga dari Rp 30 juta hingga Rp 100 juta-an, sedangkan tokek dengan
berat 3,5 sampai 4 ons biasa dihargai dengan Rp 100 juga hingga Rp 800
juta. "Harganya bervariasi karena tiap bos beda harganya," ujarnya.

Binatang sensitif

Lebih lanjut, Firdaus mengatakan, tokek merupakan jenis binatang yang
cukup sensitif. Reptil yang masuk golongan cicak besar, suku Gekkonidae,
ini gampang stres.

"Kalau dibawa pindah dari satu tempat ke tempat lain akan kelihatan.
Pernah teman saya bawa dari Padang ke Jakarta buat dijual. Dari Padang
beratnya 7 ons. Eh pas sampai Jakarta beratnya turun jadi 2 ons.
Ternyata pas ditanya ke orang yang ngerti, itu gara-gara stres. Malah
yang lebih parah lagi, teman saya bawa (tokek) dari Tanah Abang (Jakarta
Pusat) ke Pasar Minggu. Eh pas sampai tujuan tokeknya mati. Akhirnya
gagal dijual," ungkapnya.

Menurut Firdaus, tokek adalah binatang yang sejak dulu dikenal dapat
menjadi obat. Daging tokek, menurutnya, dipercaya banyak orang merupakan
obat gatal. Begitu juga dengan darah dan empedu tokek.

"Konon, empedu tokek yang sudah jadi kristal bisa jadi obat apa aja. Itu
biasanya kalau tokeknya sudah 4 ons beratnya. Terus, tokek juga katanya
bisa jadi obat HIV/AIDS, tapi enggak tahu apanya. Ada yang bilang
darahnya, dagingnya, lidahnya," ujarnya.

C10-09

Thursday, September 10, 2009

Investor Domestik Beralih ke Investasi Aman

Investor ritel fokus pada perlindungan modal dan penambahan keuntungan.
Kamis, 10 September 2009, 17:20 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila


VIVAnews - Perilaku investor pasar modal Indonesia bergeser dari
orientasi mengambil untung sebesar mungkin (high returns) menjadi
memprioritaskan keamanan dan kesederhanaan.

Managing Director Asia Region Head, Securities and Fund Service Citi,
Hong Kong, David Russell mengatakan, baik investor institusional maupun
ritel mengubah fokus investasinya.

"Investor institusi menggeser tujuan investasi kepada pengembalian
(returns) dan likuiditas (liquidity)," kata David dalam 5th Annual
Capital Market Update Seminar 2009 bertema Emerging Trends in the
Indonesian Capital Market di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis 10
September 2009.

Sementara itu, investor ritel fokus pada perlindungan modal (capital
protection) dan penambahan keuntungan (income upside). Kondisi yang sama
juga berlaku di pasar modal Indonesia.

"Investor domestik di Indonesia juga memprioritaskan keamanan dan
kesederhanaan," katanya.

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad
Rahmany mengatakan, dengan kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG)
di Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih dari 70 persen, Indonesia memiliki
pertumbuhan paling tinggi di Asia Tenggara.

Price to earning ratio (PER) di Bursa Efek Indonesia sudah naik 91,36
persen dari 5 Januari 2009 menjadi 30,56 persen pada 8 September 2009.

"Pertumbuhan kapitalisasi pasar modal Indonesia nomor dua setelah China
dengan kenaikan Rp 800 triliun," ujarnya.

Di tengah membaiknya pasar modal Indonesia, Fuad mengatakan, ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan investor.

Beberapa faktor tersebut di antaranya struktur ekonomi dan perbankan
yang lebih baik, serta perusahaan efek yang memiliki pembiayaan
seimbang. "Balance sheet di dalam negeri membaik," katanya.

Selain itu, sebagai penghasil komoditas, Indonesia akan diuntungkan
dengan meningkatnya harga komoditas dunia. Naik turunnya produk domestik
bruto (GDP) sangat dipengaruhi naik turunnya harga komoditas.

"Itu sebabnya, kalau jatuh, pasar akan jatuh cepat dan sebaliknya cepat
bangkit saat keadaan membaik," ujarnya.

Ke depan, Self Regulatory Organizations (SRO) akan menerbitkam beberapa
aturan guna melindungi investor misalnya terkait penawaran umum perdana
saham (initial public offering/IPO) dan lembaga penjamin dana nasabah
(Investor Protection Fund).

"Ada aturan yang akan keluar dalam waktu dekat," katanya.

arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews

Reksa Dana Proteksi Cenderung Dihindari

Reksa Dana Proteksi Cenderung Dihindari
Manajemen investasi cenderung memilih reksa dana saham seiring
membaiknya bursa saham.
Kamis, 10 September 2009, 07:10 WIB
Hadi Suprapto, Syahid Latif

VIVAnews - Membaiknya bursa saham nasional menyebabkan sejumlah
perusahaan manajemen investasi mulai meninggalkan produk investasi
berbentuk reksa dana terproteksi.

"Sebagian manajemen investasi saat ini banyak yang menghindari reksa
dana terproteksi," kata Direktur Utama PT Danareksa Investment
Management John D Item di sela buka puasa bersama di kantornya, Jalan
Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, 9 September 2009.

Menurut John, bagi perusahaan manajemen investasi, reksa dana
terproteksi terkadang bisa membuat total dana kelolaan atau asset under
management meningkat drastis. Namun, perusahaan juga bisa mengalami
penurunan seketika total nilai dana kelolaan ketika kondisi pasar modal
tidak menguntungkan.

Selain itu, yield yang ditawarkan dari produk reksa dana terproteksi
juga seringkali lebih kecil dibandingkan produk investasi lainnya.
Akibatnya , masyarakat menganggap jenis reksa dana tersebut tidak cukup
menarik.

Kendati demikian, Danareksa berkomitmen akan tetap menerbitkan reksa
dana te proteksi. Pasalnya, perusahaan telah memiliki investor yang
dekat serta memberikan yield yang menguntungkan. "Bagaimana pun juga,
produk ini tetap menguntungkan," katanya.

Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mencatat nilai
aktiva bersih reksa dana hingga 7 Agustus 2009 mencapai Rp 101,68
triliun atau naik 34,10 persen dibandingkan posisi awal Januari 2008
sebesar Rp 75,82 triliun.

Nilai aktiva lima jenis reksa dana pada 7 Agustus 2009 untuk sementara
mengalami penurunan dibandingkan posisi akhir Juli 2009. Posisi nilai
aktiva kelima jenis reksa dana itu reksa dana pendapatan tetap Rp 14,16
triliun, saham Rp 35,69 triliun, campuran Rp 13,55 triliun, terproteksi
Rp 29,74 triliun, dan Exchange-Traded Fund (ETF) Pendapatan tetap Rp
782,69 miliar.

hadi.suprapto@vivanews.com
• VIVAnews

Dana Kelola Syariah Danareksa Capai Rp320 M

Rabu, 9 September 2009 - 18:17 wib
Candra Setya Santoso - Okezone

JAKARTA - Danareksa Investment Management (DIM) berhasil mencatatkan
total dana kelolaan berbasis Syariah melalui Danareksa Indeks Syariah
(Dinar) per 9 September 2009 mencapai Rp320 miliar. Sedangkan, dana
Kelolaan DIM mencapai Rp3,7 triliun.

Hal tersebut disampaikan Presiden Direktur DIM John D Item, dalam acara
Start Your Investment in Sharia Fund dan Buka Puasa Bersama, di Gedung
Danareksa, Thamrin, Jakarta, Rabu (9/9/2009).

Produk Dinar DIM ini memiliki replikasi portopolio dari 30 saham dalam
Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan
komposisi aset transparan. Memiliki tracking error sebesar 0,11 persen
dengan memiliki infaq pendidikan sebesar 0,1 persen.

"Saat ini masih sedikit sekali reksa dana di Indonesia yang dibuat untuk
berinvestasi sekaligus berbagi dengan cara sesama dengan cara
menyisihkan sebagian dari hasil investasinya," ujarnya.

Danareksa Indeks Syariah (DINAR) merupakan salah satu reksa dana yang
menyisihkan sebagian dari nilai aktiva bersihnya untuk infaq pendidikan
kaum dhuafa. (ade)

Wednesday, September 9, 2009

Fortis Promosi ke Jepang dan Hong Kong

Promosi di luar Indonesia akan meningkatkan sekitar 20 hingga 30 persen
dana kelolaan.
Rabu, 9 September 2009, 09:21 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila


VIVAnews - PT Fortis Investment berencana untuk memasarkan produk
perusahaan ke luar negeri. Beberapa negara potensial untuk promosi di
antaranya Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan.

Direktur Sales and Marketing Fortis Investments Tino Moorrees
mengatakan, minat investasi di negara-negara bersangkutan sangat besar.
"Kondisi pasar di Indonesia membuat banyak investor tertarik," kata dia
di Jakarta, Selasa malam, 8 September 2009.

Menurut Tino, promosi di luar Indonesia akan meningkatkan sekitar 20
hingga 30 persen dana kelolaan. Saat ini, Fortis Investment memiliki
dana kelolaan (asset under management/AUM) sebesar Rp 20,4 triliun.

Porsi terbesar dari reksa dana Rp 16,5 triliun. Sementara itu, pada awal
tahun, Fortis menargetkan dana kelolaan sebesar Rp 17,5 triliun. "(Jadi)
sudah melampaui target," ujar dia.

Fortis Investment mengembangkan tiga jenis reksa dana yakni reksa dana
saham, campuran, dan pendapatan tetap. Total sebanyak 13 produk, serta
31 reksa dana terproteksi.

arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews