Thursday, August 27, 2009

Kisruh Investasi Spekulatif, Dua Bank Keok

Kamis, 27 Agustus 2009 | 09:06 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kisruh transaksi derivatif yang terjadi pada
awal ini mulai makan korban. PT Bank Danamon Tbk dan Standar Chartered
Bank kalah dalam gugatan hukum para nasabahnya di pengadilan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin menolak gugatan
pailit PT Bank Danamon Tbk terhadap PT Esa Kertas Nusantara, perusahaan
kertas milik Sunaryo Sampoerna, salah satu anggota keluarga besar Sampoerna.

Akhir Agustus lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Standard
Chartered mengembalikan dana US$ 5,25 juta kepada PT Nubika Jaya,
eksportir minyak sawit yang menjadi nasabahnya. Namun, Nubika juga
diperintahkan mengembalikan dana Rp 52,181 miliar kepada bank asing
tersebut.

Reno Listowo, anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
mengatakan gugatan pailit Esa Kertas ditolak karena perusahaan tersebut
terbukti masih eksis dan tetap beroperasi. Menurut dia, pada periode
Januari hingga Mei tahun ini, Esa Kertas membukukan penjualan Rp 481,21
miliar. Sebagian di antaranya, yakni Rp 182,98 miliar, diperoleh Esa
Kertas dalam bentuk valuta asing dari hasil ekspornya.

Selain itu, perusahaan ini masih membayar pajak penghasilan badan pada
2008 sebesar Rp 5,72 miliar. "Atas dasar itulah pengadilan menolak
gugatan yang diajukan Danamon," katanya kemarin.

Kuasa hukum Danamon, Ricardo Simanjuntak, dalam siaran persnya
mengatakan pertimbangan majelis hakim yang menolak gugatannya
bertentangan dengan Undang-Undang Kepailitan. Selain itu, dia menilai
keliru pertimbangan yang menyatakan Esa Kertas masih memiliki prospek usaha.

Ariano Sitorus, kuasa hukum Esa Kertas, berpendapat putusan hakim sesuai
dengan hukum karena penggugat memang tak bisa memberikan bukti yang
kuat. "Kreditor lain yang diajukan Danamon dalam gugatan dan dipanggil
hakim tidak ada yang muncul di pengadilan," katanya.
Kasus ini bermula saat Esa Kertas, pada 5 Maret lalu, mengajukan Danamon
ke meja hijau dengan tudingan bank itu lalai memberikan informasi akurat
tentang produk derivatif yang ditawarkan. Akibatnya, produsen kertas itu
terjebak dalam kerugian produk derivatif.

Dalam gugatannya, Esa Kertas menuntut Danamon membayar ganti rugi Rp 1,1
triliun, yang terdiri atas kerugian material Rp 207 miliar dan kerugian
imaterial Rp 900 miliar. Saat proses persidangan sedang berjalan, pada
12 Juni 2009, Danamon menggugat pailit Esa Kertas.

Adapun kuasa hukum Nubika Jaya, David M.L. Tobing, saat dihubungi
kemarin mengatakan pihaknya masih menunggu proses banding yang diajukan
Standar Chartered. Namun, dia menyatakan manakala proses itu sedang
berjalan, kliennya digugat oleh Standard Chartered.
Mario Amrillah, salah satu kuasa hukum Standard Chartered, saat
dihubungi kemarin menolak berkomentar. "Hubungi saja Internal Affair
Standard Chartered Bank," katanya.

BUNGA MANGGIASIH | BOBBY CHANDRA | SETRI

No comments:

Post a Comment